Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2024

Per (ta-nya / nya-ta) an

Ketika seseorang bertanya: Untuk apa kita dilahirkan di dunia? Bagaimana cara untuk terus hidup? Apa yang ingin kamu lakukan dalam hidup? Bagaimana cara kamu mengakhirinya? Pertanyaan-pertanyaan ini seperti gelombang yang menghantam pantai pemikiran kita, sering kali membawa kita ke dalam perjalanan menuju kedalaman jiwa. Kadang, meski kita sudah memiliki jawaban atau pemahaman tentang hal-hal ini, dalam hiruk-pikuk kehidupan sehari-hari, kita bisa saja melupakan atau mengabaikannya. Reaksi awal terhadap pertanyaan-pertanyaan ini adalah terdiam, merenung, dan menggali kembali apa yang telah disusun serta mengingat kembali apa yang mungkin telah terlupakan. Saat merenung, kita merasa seperti menyelami kedalaman diri yang dahulu terasa akrab, namun kini seolah semakin asing. Kita akan menjawab satu per satu pertanyaan ini, dan menyadari bahwa setiap jawaban adalah sebuah pernyataan penting yang sederhana namun penuh kompleksitas. - 1. Untuk apa kita dilahirkan di dunia? Pemahaman Mendala...

MALAM NYAMAN

Langit malam yang gelap dan udara sejuk menyembunyikan kesedihan dalam kenyamanan. Semangkuk mi instan, segelas teh panas, dan alunan musik menyatu, menambah ketenangan malam. Kesendirian tak selalu buruk; lambat laun, hampa bisa menjadi teman, bersama sedih dan kecewa. Kesempatan untuk terus hidup terasa jauh lebih menarik. Bahkan saat gemuruh datang, senyum tetap bisa hadir. Penerimaan itu sederhana. Ikhlas dan sabar tak sesulit yang dibayangkan, meski belum sehebat para sufi dalam memahami diri. "Jangan mencari bahagia, tapi buatlah kebahagian di bawah telapak kaki."  kalimat sederhana dari para sufi.  "Hidup adalah perjalanan indah menuju ke dalam. Semakin dalam seseorang masuk ke dalam dirinya, semakin banyak kedamaian yang ditemukan."  Kata Gede Prama dalam salah satu seminarnya. Kutipan yang menggambarkan pentingnya perjalanan batin dan introspeksi dalam menemukan kebahagiaan sejati dan kedamaian dalam hidup. Berkat ajaran para sufi dan penulis, malam yang ge...

Kataku.

kesekian kali sobat bulan datang lagi dengan berbagai perasaan. Sejujurnya, aku cukup lelah untuk bertahan di masa yang berat. Kataku pada sobat bulan, "Kenapa kamu datang di waktu ini? kamu tahu rasaku--tubuh dan hatiku sudah tak karuan." Seperti biasanya, sehebat apapun jiwaku hancur, aku tetap akan terlihat sama, "baik - baik saja." Namun, dari banyak anggota surya, hanya bintang itu yang mampu mengenal lubuk yang tersembunyi dalam gelap malam.  kataku, sampaikanlah padanya, sobat bulan: "Bisakah aku mengenal dan memilikinya? mungkin itu hal yang membahagiakan bagiku, di antara millyaran anggota surya, ada bintang yang sepertinya tercipta hanya untukku. Dia mungkin bukan yang pertama untukku, namun kehadirannya seolah ditakdirkan hanya untukku. Menggapai bintang baru rasanya sangat melelahkan. Memulai semuanya dari awal bukanlah hal yang mudah, tetapi bintang itu sangat mengenal lubuk terdalamku--baik dan buruk. Semoga aku pun bisa mengenalnya sebagaimana di...